SORGANYA KUCING [1]

SORGANYA KUCING [1]

pengarang: emil jola.

diterjemahkan dari bhs russia ke bhs.mandarin oleh Liu Fu

diterjemahkan ke bhs.indonesia oleh AK.CHANDRA.


Saya punya kucing Angora berasal dari Ankara (turki). Diwarisi dari bibi saya. saya belum pernah melihat binatang Kucing sebodoh ini. Lihat, inilah yang dia ceritakan tentang diri dia.

Pada suatu malam mcat gusim dingin, disamping kompor yang hangat, dia duduk dan bercerita

1)

Pada waktu itu saya berusia dua tahun, dan aku adalah kucing yang sangat gemuk dan angkuh yang tidak pernah mereka lihat. Pada usia masih kecil dan muda itu saja, saya sudah sok aksi. Mengira kehidupan yang hangat, adalah yang patut dibenci oleh kita sebagai golongan hewan. Namun bersyukur dan berterimakasih kepada dewa langit ternyata saya ditempatkan dibawah tangan bibi kamu! Nyonya baik hati ini sangat menyayangi saya. Dibawah dasar sebuah lemari, dia menata sebuah kamar tidur sungguhan. Bantal yang terbuat dari bulu, selimutnya tiga lapis. Makanannyapun sebanding dengan kamar tidurnya, tak pernah diberi roti, atau dikasih sop, yang diberikan adalah sepenuhnya daging, dagingnya juga yang bagus, dimasak setengah matang, bahkan masih ada darahnya.

Baik! Ditengah-tengah kehidupan yang hangat ini, saya hanya punya satu keinginan, hanya satu mimpi: yaitu menyelinap keluar dari lubang jendela. Keluar keatas atap rumah untuk melompat lompat. Elusan dari bibi kamu sudah membuat saya jengkel, keempukan kasur juga sudah membuat saya dari bosan jadi muak, badan saya semakin tumbuh semakin gemuk, bisa bisa jadi penyakitan. Maka saya BT dan kesal seharian, ingin memperoleh sedikit kegembiraan.

Seharusnya saya berkata kepada kamu, sekiranya leher saya kalau  bisa diperpanjang lagi, maka saya akan mampu melihat atap rumah seberang yang hanya dipisahkan oleh jendela. Pada hari itu, kebetulan ada empat ekor kucing sedang saling bergulat disana, bulunya menegak dan ekornya menukik keatas. Berguling-guling dipapan beton berwarna biru. Berjemuran dibawah matahari yang besar. Bermain taruhan dengan kutukan yang menggembirakan. Saya tak pernah menyaksikan tontonan yang mengharukan demikian. Semenjak dari itu, keyakinan saya mulai mantap, saya tahu kebahagiaan yang sejati, berada diatas genteng. Yaitu di seberang dari jendela rumah ini yang tertutup rapat. Saya juga punya bukti saya sendiri: Orang menutup rapat-rapat pintu lemari, sedangkan dibalik pintu itu ada daging yang disembunyikan oleh mereka.

Selanjutnya saya mulai menyiapkan rencana untuk melarikan diri. Dalam seumur hidup, selain daging yang dimasak setengah matang yang masih ada darah, tentu saja seharusnya masih ada sesuatu yang lain. Hal yang lain ini adalah “ tidak dapat diketahui”, yaitu cita-cita.

Suatu pagi, mereka lupa menutup jendela dapur, aku memanfaatkan celah kesempatan ini, lompatlah keluar dari jendela. Begitu melompat keluar jatuh persis berada diatas atap sebuah rumah kecil.

2)

Ah! Di atap rumah ini begitu Indah sekali! sekeliling atap dilingkari oleh talang air. Ada suatu harum manis yang berpancar keluar dari talang air. Saya menelusuri talang air dengan hati lega, kakiku menginjak lumpur didasar talang air, terasa hangat, basah, dan kelembutan dari lumpur, sungguh tak dapat dilukiskan, bagaikan berjalan diatas karpet beludru. Cuaca juga baik. Panas terik matahari menjemur hingga lemak tubuh ku meleleh. 

Sejujurnya saya mau bilang,  dalam kegembiraan ku, berbaur juga dengan banyak kepanikan. Satu Hal yang saya masih ingat sangat jelas, adalah saat itu gugup, empat kakiku gemetaran. kaki tak bisa berdiri dengan mantap, seperti cenderung dari atap rumah mau jatuh ke lantai bawah. 
Rupanya ada tiga ekor kucing, dari atap rumah orang lain berguling kemari, datang menghampiriku, berteriak bengis dan keras. Saya terkejut hampir mau pingsan, dikiranya mereka menganggap saya sebagai badut bodoh. Saya kata mereka berteriak keras, ternyata hanyalah bercanda saja. Kejadian selanjutnya adalah saya sendiri  juga membaur dengan mereka bersama-sama berteriak. Teriakan semacam begini sungguh seru deh!
Mereka sebenarnya tidak segemuk saya. Saya sedang berjalan tidak hati-hati, menginjak tepi talang yang panasnya melepuh terjemur matahari, kontan saja tubuhku berguling terbalik seperti bola. Hal ini lalu dijadikan lelucon mengundang mereka mentertawakan ku sejenak.
Di-antara mereka ada seekor kucing jantan tua, sangat baik terhadap saya. Dia bersedia untuk membimbing saya, tentu saja saya juga menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih padanya.

Oh! Sekarang saya sudah menjauhi kehidupan yang hangat dan lembut dari bibimu ! Kalau saya ingin minum, maka minum saja dari talang air. Rasa lezatnya tidaklah kalah dari susu yang ditambahkan gula. Saya merasa semua sangat baik, semuanya indah……..

3)

Begitu jalan jalan tak terasa sudah satu jam, perutku sudah keronjongan sangat lapar. Saya tanya teman saya si kucng jantan besar:

[ Kita makan apa di atap rumah? ]  [ kecari apa makan apa.] dia berkata dengan semacam sikap sarjana. Jawaban bahasa macam ini merepotkan saya. Saya berjuang  keras untuk menemukan makanan, tetapi tetap saja tak ada yang ditemukan.  Belakangan baru melihat di dalam sebuah rumah kumuh, ada seorang pekerja wanita muda, sedang menyajikan  makan siangnya.  Diatas meja dekat jendela, taruh sepotong daging iga berkualitas baik, warnanya merah cerah, pas sekali dengan seleraku.

Lihat nih,  yang ini cocok deh. Saya berpikir secara bodoh.

Maka saya melompat masuk ke atas meja itu, mencengkram  potongan daging iganya. Rupanya kelihatan oleh pekerja wanita itu. dia segera mengambil gagang sapu memukul habis habisan terhadap punggung leher saya. Saya segera melepaskan daging dan kabur, sambil mengawung mengutuk dia.

[ Apakah engkau pergi  keluar dari kampung  kita? ] kucing jantan tua berkata, [ Daging diatas meja itu, adalah disediakan untuk orang jauh makan, kau mau cari, harus cari disekitar talang air.]

Saya tidak pernah paham mengapa daging didapur bukan untuk makan kucing.  Saat ini perut saya, benar-benar tidak bisa kompromi dan menyulitkan, sementara kucing jantan tua sungguh mengecewakan saya. Ia mengatakan: [ Kita harus menunggu sampai malam hari. Di malam hari, kita bisa turun dari atap rumah, ke tempat sampah pinggir jalan untuk mencari makanan buat dimakan. Tunggu saja sampai malam! ] Dia berkata dengan nada dingin, laksana filsuf yang keras hati, sedangkan aku, aku hanya berpikir masih harus menahan lapar untuk waktu yang sangat lama, tubuhku tak tahan lagi hingga bergoyah dan mulai terasa pusing.

Part 1 selesai.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Isian wajib ditandai *

Loading...